Makalah Pandangan Kaum Positivis dan Konstruksionis terhadap Realitas Berita

Sebagai masyarakat media sudah seharusnya kita mengerti bagaimana media berperan, meliput, ataupun mengkonstruksi sebuah berita. Berita bisa jadi hadir karena sebuah realitas yang umum dan kemudian disalah artikan karena kepentingan salah satu media itu sendiri. Di bawah ini adalah penjelasan beberapa perspektif kaum positivis dan kosntruksionis terhadap konstruk realitas berita.

1. Fakta Merupakan Hasil Konstruksi
Realitas bisa berbeda-beda, tergantung bagaimana konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan berbeda. Dalam konsepsi positivis diandaikan ada realitas yang bersifat eksternal yang ada dan hadir sebelum wartawan meliputnya. Jadi, ada realitas yang bersifat objektif, yang harus diambil dan diliput oleh wartawan. Pandangan semacam ini sangat bertolak belakang dengan pandangan konstruksionis. Bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas itu hadir karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan (Eriyanto, 2014: 22). Di sini tidak ada realitas yang bersifat obyektif. Karena realitas itu tercipta lewat konstruksi dan pandangan tertentu. 
Karena fakta diproduksi dan ditampilkan secara simbolik, maka realitas tergantung pada bagaimana ia dilihat dan bagaimana fakta tersebut dikonstruksi.

2. Media adalah Agen Konstruksi
Dalam pandangan positivis, media dilihat sebagai saluran. Media adalah sarana bagaimana pesan disebarkan dari komunikator ke penerima atau khalayak. Media dilihat murni sebagai saluran, tempat bagaimana transaksi pesan dari semua pihak yang terlibat dalam berita. Pandangan semacam ini, tentu saja melihat media bukan sebagai agen, melainkan hanya sebagai saluran. Media dilihat sebagai sarana yang netral. (Eriyanto, 2014: 25)

Dalam pandangan konstruksionis, media dilihat sebaliknya. Media bukanlah sebagai saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya. Di sini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas
 
3. Berita Hanyalah Konstruksi dari Realitas
Berita bukan refleksi dari realitas ia hanyalah konstruksi dari realitas. Dalam pandangan positivis berita adalah informasi. Ia dihadirkan kepada khalayak sebagai representasi dari kenyataan. Kenyataan itu ditulis kembali dan di transformasikan lewat berita. Tetapi dalam pandangan konstruksionis, berita itu ibaratnya sebuah drama. Ia bukan menggambarkan realita, melainkan potret dari arena pertarungan antara berbagai pihak yang berkaitan dengan peristiwa. Dalam pandangan positivis, berita adalah refleksi dan pencerminan dari realitas. Berita adalah mirror of reality (Eriyanto, 2014: 29), karenanya ia harus mencerminkan realitas yang hendak diberitakan. Pandangan ini ditolak oleh kaum konstruksionis. Menurut kaum konstruksionis, berita adalah hasil dari konstruksi sosial yang selalu melibatkan pandangan, ideologi, dan nilai-nilai dari wartawan atau media.
 
4. Berita Bersifat Subjektif atau Kontruksi Atas Realitas
Pandangan konstruksionis mempunyai penilaian yang berbeda dalam menilai objektivitas jurnalistik. Hasil kerja jurnalistik tidak bisa dinilai dengan menggunakan sebuah standar yang rigid, seperti halnya positivis (Eriyanto, 2014: 31). Pada pendekatan positivis, titik perhatiannya adalah pada bias. Artinya, bias dianggap salah, dan wartawan harus menghindari bias. Dalam tradisi penelitian positivis, analisis diarahkan untuk menemukan ada tidaknya bias dengan meneliti sumber berita, pihak-pihak yang diwawancarai, bobot dari penulisan dan sebagainya

5. Wartawan Bukanlah Pelapor Melainkan Agen Kosntruksi Realitas
Dalam pandangan positivis, berita dilihat sebagai pencerminan dari realitas. Dalam bahasa James Curran (Eriyanto, 2014: 33), pesan adalah realitas itu sendiri. Jurnalis yang baik adalah jurnalis yang mampu memindahkan realitas itu ke dalam berita. Tetapi dalam pandangan konstruksionis terdapat penilaian yang sebaliknya. Wartawan tidak bisa menyembunyikan pilihan moral dan keberpihakannya, karena ia merupakan bagian intrinsik dalam pembentukan berita.

6. Etika, Pilihan Moral, dan Keberpihakan Wartawan adalah Bagian yang Integral dalam Produksi Berita
Sebagai pelapor, pendekatan positivis menekankan agar nilai, etika, dan keberpihakan wartawan dihilangkan dalam proses pembuatan berita. Artinya, pertimbangan moral dan etika yang dalam banyak hal selalu bisa diterjemahkan sebagai bentuk keberpihakan haruslah disingkirkan. Intinya, realitas haruslah di tempatkan dalam fungsinya sebagai realitas yang faktual, yang tidak boleh dicampuri oleh pertimbangan subjektif. Dalam konsepsi positivis (Eriyanto, 2014: 36), wartawan haruslah menghindari subjektivitas. Upaya menghindari subjektivitas ini dapat diperoleh jikalau wartawan dapat memisahkan secara tegas antara fakta dan opini.

7. Nilai, Etika, dan Pilihan Moral Peneliti menjadi Bagian Integral dalam Penelitian
Dalam konstruksionis sifat dasar dari penelitian adalah pandangan yang menyatakan peneliti bukanlah subyek yang bebas nilai. Sedangkan dalam pandangan positivistik, peneliti haruslah bebas nilai, ini berarti etika dan pilihan moral peneliti tidak boleh ikut dalam penelitian. (Eriyanto, 2014: 38)

8. Khalayak Mempunyai Penafsiran Sendiri atas Berita
Pandangan positivis (Eriyanto, 2014: 40), melihat berita sebagai sesuatu yang obyektif. Konsekuensinya, apa yang diterima oleh khalayak pembaca harus sama dengan apa yang disampaikan oleh pembuat berita. Dengan pandangan semacam ini pembuat berita dilihat sebagai pihak yang aktif, sementara pembaca dilihat sebagai pihak yang pasif. Kaum konstruksionis mempunyai pandangan yang berbeda. Khalayak bukan dilihat sebagai subyek yang pasif, melainkan juga subyek yang aktif dalam menafsrkan apa yang dibaca.

Referensi:
Eriyanto. Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. (Yogyakarta: LkiS Printing Cemerlang. 2014)
 













Comments

Popular posts from this blog

Cara Memasak Menggunakan Magic Com/Magic Jar

Edisi #dirumahaja: Bikin Rendang Ceker (emangnya enak?)

All About Journalism